FENOMENAVIRAL.COM – Mantan Karo Paminal Propam Polri Hendra Kurniawan menjadi terdakwa merusak CCTV yang membuat terhilangnya penyidikan kasus pembunuhan Brigadir J.
Hendra Kurniawa didakwa bersama dengan lima orang lainnya. Di balik kasusnya itu, Hendra Kurniawan mempertanyakan pemecatannya dari Polri gegara tidak profesional.
Brigjen Hendra Kurniawan justru balik menuding proses sidang etik yang memutuskan pemecatan dirinya, tidak profesional. Berikut informasi lengkapnya.
Hendra mengungkapkan hal itu saat menjadi saksi di sidang perintangan penyidikan kasus pembunuhan Brigadir Yosua dengan terdakwa mantan Kasubnit I Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri AKP Irfan Widyanto, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.
Awalnya, jaksa penuntut umum bertanya apa putusan sidang kode etik Hendra terkait penanganan kasus kematian Brigadir Yosua. Hendra menyebut putusan itu menyatakan dirinya dipecat dari institusi Polri.
“Apakah saudara pernah disidang di kode etik Polri?” tanya jaksa.
“Disidang kode etik Polri,” jawab Hendra.
“Putusannya apa?” tanya jaksa.
“Tuntutannya PTDH (pemberhentian tidak dengan hormat),” jawab Hendra.
“Putusannya?” tanya jaksa lagi.
“Betul tapi masih banding,” jawab Hendra.
Hendra menuturkan saat ini dirinya dimutasikan ke Yanma Polri. Dia mengaku masih menunggu putusan banding terkait putusan sidang kode etik tersebut.
“Kalau sebelumnya saudara dari Karo Paminal ke pati Yanma itu promosi apa demosi?” tanya jaksa.
“Setahu saya kalau tidak ada jabatan itu demosi,” jawab Hendra.
“Kenapa demosi?” tanya jaksa.
“Demosi karena dimutasikan sebagai pati Yanma karena permasalahan kode etik,” jawab jaksa.
Jaksa lalu bertanya apa kesalahan hendra yang termuat dalam putusan kode etik tersebut. Hendra menyebut dirinya dianggap kurang profesional sebagai kepala biro.
“Memang masalah apa di kode etik saudara?” tanya jaksa.
“Di kode etik, kami diperiksa terkait masalah pertanggungjawaban sebagai kepala biro, di mana dinilai kurang profesional dan kami masih melakukan upaya banding,” jawab Hendra.
Namun Hendra beralasan tidak mengerti di mana letak ketidakprofesionalannya dalam kasus kematian Yosua. Hendra justru balik menuding proses sidang kode etik tidak profesional.
“Maksudnya banding tentang apa inti pokoknya?” tanya jaksa mengutip detikcom.
“Masalah kurang profesional, saya nggak ngerti, karena perlu Pak Jaksa tahu bahwa dari 17 saksi yang dihadirkan, hanya 3 yang fisik 1 daring. Lainnya tidak hadir,” katanya melanjutkan.
“Jadi ini menurut saya juga tidak profesional dalam proses itu, sehingga hanya itu saja yang bisa tentukan bahwa saya kurang profesional,” jawab Hendra.
“Tidak profesional pelaksanaan tugas terkait masalah proses penyelidikan. Penyelidikan terkait peristiwa tembak menembak di Duren Tiga 46,” imbuhnya.
Dakwaan Brigjen Hendra Kurniawan
Hendra Kurniawan didakwa merusak CCTV yang membuat terhalanginya penyidikan kasus pembunuhan Yosua Hutabarat. Perbuatan itu dilakukan Hendra bersama dengan lima orang lainnya.
“Terdakwa dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apapun yang berakibat terganggunya sistem elektronik dan/atau mengakibatkan sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya,” ujar jaksa saat membacakan surat dakwaan di PN Jaksel, Rabu (19/10).
Adapun terdakwa lainnya, yakni AKBP Arif Rachman Arifin, Kombes Agus Nurpatria Adi Purnama, Kompol Chuck Putranto, Kompol Baiquni Wibowo, dan AKP Irfan Widyanto didakwa dengan berkas terpisah.
Hendra Kurniawan didakwa dengan Pasal 49 juncto Pasal 33 dan Pasal 48 juncto Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 233 KUHP dan Pasal 221 ayat 1 ke-2 juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.