FENOMENAVIRAL.COM – Fenomena Blue Moon terjadi ketika terdapat dua kali fase bulan purnama (full moon) dalam satu kalender bulan, dengan jarak waktu sekitar 29,5 hari atau satu siklus sinodisasi Bulan.
Hal ini menyebabkan bulan purnama kedua dalam satu kalender bulan disebut sebagai “Blue Moon” atau “bulan biru” dalam bahasa Indonesia.
Istilah “bulan biru” sebenarnya memiliki asal-usul dari kebiasaan orang menggunakannya untuk menyebut sesuatu yang jarang terjadi, atau “once in a blue moon.” Namun, seiring waktu, istilah ini kemudian terkait dengan fenomena Blue Moon yang sebenarnya.
Fenomena Blue Moon terjadi sekitar setiap 2,7 tahun sekali, dan terkadang juga dapat disebabkan oleh perbedaan definisi kalender bulan yang digunakan oleh beberapa budaya.
Sebagai contoh, kalender bulan pada masa lalu sering menggunakan siklus Bulan Baru sebagai dasar perhitungannya, sehingga Blue Moon terjadi ketika ada dua kali Bulan Baru dalam satu kalender bulan.
Meskipun disebut sebagai “bulan biru,” fenomena ini sebenarnya tidak membuat bulan menjadi berwarna biru.
Namun, dalam beberapa kejadian, bulan bisa terlihat sedikit lebih biru atau abu-abu dari biasanya karena kondisi atmosfer, seperti debu vulkanik atau asap kebakaran hutan, yang menghalangi cahaya merah dan meningkatkan jumlah cahaya biru yang mencapai permukaan Bumi.
Fenomena Blue Moon bukanlah sesuatu yang langka atau berbahaya, namun tetap menjadi hal yang menarik untuk diamati dan dipelajari oleh para astronom dan pecinta alam.
Penyebab Fenomena Blue Moon
Fenomena “Blue Moon” terjadi ketika ada dua bulan purnama yang terjadi dalam satu bulan kalender yang sama.
Penyebab terjadinya Blue Moon adalah perbedaan antara bulan sinodis (periode antara satu bulan purnama ke bulan purnama berikutnya) dan bulan kalender (periode antara awal bulan kalender hingga akhir bulan kalender).
Bulan sinodis berlangsung selama sekitar 29,5 hari, sementara bulan kalender berlangsung selama sekitar 30 atau 31 hari tergantung pada bulan yang dimaksud.
Oleh karena itu, terkadang bulan sinodis dapat “terjebak” di dalam satu bulan kalender tertentu, menyebabkan dua bulan purnama terjadi pada bulan yang sama.
Namun, istilah “Blue Moon” sendiri sebenarnya berasal dari sebuah kesalahpahaman yang terjadi pada abad ke-19.
Pada saat itu, “Blue Moon” sebenarnya merujuk pada bulan ketiga dari empat bulan purnama dalam satu musim, yang merupakan kejadian yang cukup jarang.
Namun, pada tahun 1946, sebuah artikel di majalah Sky & Telescope menggambarkan Blue Moon sebagai dua bulan purnama dalam satu bulan kalender, dan istilah ini akhirnya menyebar dan menjadi populer.