Fenomena Klitih, Dari Tujuan Positif Hingga Kekerasan Berujung Kematian

Fenomena Klitih

FENOMENA VIRAL Fenomena Klitih, dari tujuan positif hingga kematian yang terjadi beberapa waktu lalu masih membekas di benak masyarakat Yogyakarta.

Fenomena Klitih, bak momok yang menakutkan bagi semua pihak karena telah memakan korba jiwa. Seorang Siswa berusia 18 tahun asal Kebumen, Jawa Tengah tewas.

Dia menjadi korban keganasan terduga pelaku klitih karena sabetan benda tajam di Jalan Gedongkuning, Yogyakarta pada Minggu (3/4) beberapa bulan lalu.

Tak hanya masyarakat, kejadian ini pun tentu membuat takut wisatawan Yogyakarta. Lalu sebenarnya apa sih klitih? Klitih kegiatan positif dalam bahasa Jawa.

Klitih memiliki arti kegiatan di luar rumah untuk mengisi waktu luang. Klitih ini juga dimaknai untuk jalan-jalan atau keliling kota dengan tujuan yang tidak jelas hanya untuk mengisi waktu luang.

Sayangnya, makna Klitih menjadi negatif karena sebagain orang justru melakukan kekerasan di jalanan. Biasanya kekerasan tersebut terjadi pelajar dengan pelajar di malam har.

Mereka mengemudikan motor membawa senjata tajam seperti pedang, golok, hingga gir motor dan mereka pun melukai pengedara motor lainnya.

Mengenal Lebih Dalam Fenomena Klitih

Kriminolog Haniva Hasna, M,Krim, juga menjelaskan klitih lantas berubah menjadi perselisihan antar sekolah.

“Awalnya klitih merupakan istilah untuk remaja yang keluar rumah tanpa tujuan, lalu sebelum 2012 klitih mulai berubah menjadi perselisihan antar sekolah,” kata kriminolog.

Awalnya pelajar laki-laki hanya mencari musuh mereka yang berbeda sekolah ntah di jalan atau di tempat tongkrongan. Namun, bila bukan sasaran musuh mereka tindakan kekerasan pun urung dilakukan.

Sayangnya, kini tak lagi begitu. Tanpa pandang bulu, hingga klitih berubah menjadi tindak kriminal kepada masyarakat umum.

Ya, pelaku klitih tidak lagi menyerang sekolah, tapi masyarakat secara umum dan acak. Dan sudah masuk ke rana kejahatan.

Provokasi di anggap menjadi faktor yang memengaruhi seorang remaja melakukan aksi klithih. Provokasi itu dapat di peroleh oleh remaja di lingkungan sekolahnya.

“Secara psikologis, kehadiran kelompok-kelompok atau geng ini memunculkan sebuah keinginan untuk di akui keberadaannya,” kata kriminolog.

“Oleh karena itu, sangat relevan jika keberadaannya diimplementasikan dalam bentuk aktivitas fisik atau nyata sebagai ajang adu kekuatan. Salah satunya yakni dengan klitih,” tambah Iva.

Iva menambahkan, kebanyakan motif pelaku melakukan klitih adalah untuk balas dendam, rasa tidak suka, atau sekadar mencari-cari kegiatan sebagaimana makna asli dari klitih.

Berbeda dengan begal yang merampas harta korban, pelaku klitih biasanya cukup puas melihat korban terluka.

Mereka tak segan untuk melukai korba dengan cara yang keji seperti memukul dan menyerang korban dengan senjata tajam.

Kini, tak hanya melukai mereka pun melakukan perampokan hingga paling parah mengakibatkan kematian. Dan mereka pun tak segan meninggalkan korban begitu saja.